Setidaknya sawah seluas 300 hektare di Kecamatan Majenang dan Cimanggu kini terancam banjir. Hal itu disebabkan jebolnya tanggul Sungai Cikawung dan saluran pembuangan Selokan I di Desa Karangreja, Kecamatan Cimanggu.
Kepala UPT Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Majenang, Ngadiyo melalui Kasubag TU, Sabar mengungkapkan, tanggul tersebut bobol sejak Senin (22/2) lalu. "Tanggul Sungai Cikawung dan Selokan I jebol, Senin lalu sekitar jam 00.30 tengah malam," katanya.
Setidaknya ada tiga titik tanggul jebol di wilayah itu. Titik pertama berada di tanggul Selokan I Desa Karangreja, Kecamatan Cimanggu, panjangnya sekitar 15 meter.
Adapun titik kedua dan ketiga berada di tanggul Sungai Cikawung di desa tersebut, panjangnya masing-masing sekitar 50 meter dan 20 meter. "Tanggul Selokan I yang dulu pernah ditambal petani pakai karung kandi sekarang jebol lagi," katanya.
Tanggul jebol itu berdampak pada sawah seluas 300 hektare yang terkena banjir dari luapan kedua sungai itu. Selain itu, sawah seluas 160 hektare terancam puso, karena lama terendam banjir. Sawah tersebut puso, karena padi yang rata-rata berumur dua bulan terendam lumpur. Hingga kini, kerugian ditaksir mencapai Rp 200 juta.
Dia mengungkapkan, sawah yang terkena dampak banjir itu berada di wilayah Desa Karangreja (Cimanggu), serta Desa Mulyasari, Mulyadadi, Padangsari, dan Pahonjean (Majenang). Kedua sungai itu berasal dari dataran tinggi Kecamatan Karangpucung, Cimanggu dan Majenang. "Kalau daerah pegunungan hujan, pasti banjir lagi," kata Sabar.
Pihaknya telah menyiapkan bantuan sembako dan bahan makanan untuk warga dan petani yang akan bekerja bakti. Pihaknya juga akan meminta kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy untuk menormalisasi Sungai Cikawung serta Selokan I yang bermuara di sungai tersebut. "Tadi (kemarin) dari BBWS sudah melihat ke lokasi," katanya.
Sementara itu, petani berharap agar tanggul itu segera diperbaiki. Pasalnya, mereka tidak bisa bercocock tanam, karena sawahnya terendam lumpur. "Padinya pada mati dan sawahnya nggak bisa ditanami, karena kebanjiran lumpur. Padahal padinya sudah mau meteng (berisi)," kata Sudir (40) petani Desa Karangreja, Cimanggu. (Suara Merdeka)
Kepala UPT Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Majenang, Ngadiyo melalui Kasubag TU, Sabar mengungkapkan, tanggul tersebut bobol sejak Senin (22/2) lalu. "Tanggul Sungai Cikawung dan Selokan I jebol, Senin lalu sekitar jam 00.30 tengah malam," katanya.
Setidaknya ada tiga titik tanggul jebol di wilayah itu. Titik pertama berada di tanggul Selokan I Desa Karangreja, Kecamatan Cimanggu, panjangnya sekitar 15 meter.
Adapun titik kedua dan ketiga berada di tanggul Sungai Cikawung di desa tersebut, panjangnya masing-masing sekitar 50 meter dan 20 meter. "Tanggul Selokan I yang dulu pernah ditambal petani pakai karung kandi sekarang jebol lagi," katanya.
Tanggul jebol itu berdampak pada sawah seluas 300 hektare yang terkena banjir dari luapan kedua sungai itu. Selain itu, sawah seluas 160 hektare terancam puso, karena lama terendam banjir. Sawah tersebut puso, karena padi yang rata-rata berumur dua bulan terendam lumpur. Hingga kini, kerugian ditaksir mencapai Rp 200 juta.
Dia mengungkapkan, sawah yang terkena dampak banjir itu berada di wilayah Desa Karangreja (Cimanggu), serta Desa Mulyasari, Mulyadadi, Padangsari, dan Pahonjean (Majenang). Kedua sungai itu berasal dari dataran tinggi Kecamatan Karangpucung, Cimanggu dan Majenang. "Kalau daerah pegunungan hujan, pasti banjir lagi," kata Sabar.
Pihaknya telah menyiapkan bantuan sembako dan bahan makanan untuk warga dan petani yang akan bekerja bakti. Pihaknya juga akan meminta kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy untuk menormalisasi Sungai Cikawung serta Selokan I yang bermuara di sungai tersebut. "Tadi (kemarin) dari BBWS sudah melihat ke lokasi," katanya.
Sementara itu, petani berharap agar tanggul itu segera diperbaiki. Pasalnya, mereka tidak bisa bercocock tanam, karena sawahnya terendam lumpur. "Padinya pada mati dan sawahnya nggak bisa ditanami, karena kebanjiran lumpur. Padahal padinya sudah mau meteng (berisi)," kata Sudir (40) petani Desa Karangreja, Cimanggu. (Suara Merdeka)