CILACAP - Bupati nonaktif Cilacap Probo Yulastoro divonis hukuman penjara selama sembilan tahun oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Cilacap, kemarin. Persidangan tersebut dalam perkara penyimpangan dana insentif 2004-2008 Cilacap, dana DAK Kesehatan 2004, dana retribusi Pelindo 2004, dana penggalian PAD dan dana Kas Daerah.
‘’Terdakwa telah terbukti dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara sembilan tahun penjara,’’ kata ketua majelis hakim Solahudin SH saat membacakan putusan.
Selain itu majelis hakim menghukum terdakwa untuk mengganti denda sebesar Rp 200 juta. Bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan dengan kurungan penjara selama enam bulan.
Hakim menyatakan terdakwa melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
‘’Ketiga, memerintahkan terdakwa untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp 14.107.484.523.’’ Bila dalam waktu sebelun setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap namun uang pengganti tidak dibayar, maka harta benda terdakwa yang saat ini sudah disita, berupa empat bidang tanah, akan dilelang dan sebagai uang pengganti. Jika tanah-tanah tersebut tidak cukup, maka diganti pidana penjara tiga tahun.
Hakim menegaskan semua unsur dalam perkara tindak korupsi, seperti memperkaya diri sendiri, melakukan tindak melawan hukum, dan merugikan negara terpenuhi semua.
Dalam catatan Suara Merdeka diketahui, termasuk dana yang diduga disimpangkan adalah dana dana DAK Kesehatan 2004 Rp 1,5 miliar, dana retribusi Pelindo 2004 Rp 1,6 miliar, dugaan penyimpangan dana DAK 2005-2008 Rp 12,5 miliar, dana Operasional PAD Rp 1,3 miliar dan dana dugaan penyimpangan Kas Daerah Rp 4,14 miliar. Total dugaan penyimpangan mencapai Rp 21,1 miliar. Uang tersebut tidak hanya digunakan Probo, tetapi diduga juga digunakan pihak lain sete;ah dibagi-bagi. Karena itu, Probo diminta mengembalikan uang yang telah digunakannya saja.
Dalam sidang tersebut juga disebutkan dugaan penyimpangan terdakwa karena menggunakan anggaran yang tidak masuk dalam struktur APBD. Terdakwa juga menggunakan rekening pribadi untuk menyimpan dana pemerintah pusat maupun daerah masuk dalam dana-dana tersebut.
Yang meringankan, terdakwa berlaku santun, belum pernah dihukum, menyesali perbuatan, dan memiliki tanggungan keluarga. Sementara yang memberatkan terdakwa terbukti bersalah, pejabat negara, dan tidak mendukung program pemberantasan korupsi.
Sidang pembacaan vonis berjalan lebih dari enam jam. Sidang dimulai pukul 9.30 hingga pukul 16.45. Penasihat hukum terdakwa, Bambang Sri Wahono SH, menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Dia belum bisa memutuskan apakah akan naik banding atau tidak.
‘’Kami masih pikir-pikir. Butuh waktu untuk menyikapi putusan ini,’’ katanya. Dia menyatakan, vonis terkesan bahwa pengadilan korupsi masih tebang pilih. Ini karena ada orang lain yang patut menjadi tersangka dalam kasus tersebut yaitu mantan Sekda Sayidi tidak ikut diperkarakan.
Padahal fakta di persidangan jelas-jelas disebutkan mantan sekda ikut manjadi pihak penentu dalam turunnya kebijakan yang diambil bupati. (G21-60)
‘’Terdakwa telah terbukti dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara sembilan tahun penjara,’’ kata ketua majelis hakim Solahudin SH saat membacakan putusan.
Selain itu majelis hakim menghukum terdakwa untuk mengganti denda sebesar Rp 200 juta. Bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan dengan kurungan penjara selama enam bulan.
Hakim menyatakan terdakwa melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
‘’Ketiga, memerintahkan terdakwa untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp 14.107.484.523.’’ Bila dalam waktu sebelun setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap namun uang pengganti tidak dibayar, maka harta benda terdakwa yang saat ini sudah disita, berupa empat bidang tanah, akan dilelang dan sebagai uang pengganti. Jika tanah-tanah tersebut tidak cukup, maka diganti pidana penjara tiga tahun.
Hakim menegaskan semua unsur dalam perkara tindak korupsi, seperti memperkaya diri sendiri, melakukan tindak melawan hukum, dan merugikan negara terpenuhi semua.
Dalam catatan Suara Merdeka diketahui, termasuk dana yang diduga disimpangkan adalah dana dana DAK Kesehatan 2004 Rp 1,5 miliar, dana retribusi Pelindo 2004 Rp 1,6 miliar, dugaan penyimpangan dana DAK 2005-2008 Rp 12,5 miliar, dana Operasional PAD Rp 1,3 miliar dan dana dugaan penyimpangan Kas Daerah Rp 4,14 miliar. Total dugaan penyimpangan mencapai Rp 21,1 miliar. Uang tersebut tidak hanya digunakan Probo, tetapi diduga juga digunakan pihak lain sete;ah dibagi-bagi. Karena itu, Probo diminta mengembalikan uang yang telah digunakannya saja.
Dalam sidang tersebut juga disebutkan dugaan penyimpangan terdakwa karena menggunakan anggaran yang tidak masuk dalam struktur APBD. Terdakwa juga menggunakan rekening pribadi untuk menyimpan dana pemerintah pusat maupun daerah masuk dalam dana-dana tersebut.
Yang meringankan, terdakwa berlaku santun, belum pernah dihukum, menyesali perbuatan, dan memiliki tanggungan keluarga. Sementara yang memberatkan terdakwa terbukti bersalah, pejabat negara, dan tidak mendukung program pemberantasan korupsi.
Sidang pembacaan vonis berjalan lebih dari enam jam. Sidang dimulai pukul 9.30 hingga pukul 16.45. Penasihat hukum terdakwa, Bambang Sri Wahono SH, menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Dia belum bisa memutuskan apakah akan naik banding atau tidak.
‘’Kami masih pikir-pikir. Butuh waktu untuk menyikapi putusan ini,’’ katanya. Dia menyatakan, vonis terkesan bahwa pengadilan korupsi masih tebang pilih. Ini karena ada orang lain yang patut menjadi tersangka dalam kasus tersebut yaitu mantan Sekda Sayidi tidak ikut diperkarakan.
Padahal fakta di persidangan jelas-jelas disebutkan mantan sekda ikut manjadi pihak penentu dalam turunnya kebijakan yang diambil bupati. (G21-60)